Cari Blog Ini

Rabu, 26 Oktober 2011

HANYA SEKEDAR NGAMPUS

Ini Karya Pertama ku untuk cerpen... mudah - mudahan bisa manjadi sebuah langkah awal tuk memulai
Sesuatu yang lebih besar dan lebih bermakna..




HANYA SEKEDAR NGAMPUS


Tok…. Tok….. Tok…… Suara itu terus terdengar sampai beberapa kali, Tok….. Tok… Tok… Kali ini lebih keras dan bertenaga, tatapi tetap saja mata Ardi tidak bias terbuka,  Tok…. Tok…. Tok…. Yang ini terdengar lebih sadis, akirhanya Ardi bangkit dari pulau impian dengan jiwa yang masih setengah raga, ia gosok kedua matanya dengan tangan yang sebelah kanan, dan tangan yang satunya mencari – cari sesuatu dibawah bantal dan selimut yang kusut dan agak sedikit bau. Akhirnya ia temukan juga, handphone kesayangannya walau produk china yang saat ini menyerang ibu pertiwi dengan model – model yang tak kalah dari handphone mahal ( orang bilang sih blackberry ).

Dengan mata yang masih rapat dan masih beradaptasi dengan cahaya, Ardi lakukan ritual yang biasa kebanyakan anak muda lakukan, periksa handphone dengan harapan si do’i mimpiin nya dan langsung kasih kabar…… ( Sedikit mengharap ).

Tok.. Tok… Tok !!!! lagi – lagi suara itu terdengar dan yang ini semakin tidak sabaran dan kali ini disusul dengan suara teriakan ibu yang terdengar sedikit marah. “Guera Hudang Sia !” “Panon poe teh tos luhur” ( Bahasa Pandeglang turunan Karawang, Maklumlah orang tua, kan tidak mau kalau anaknya menjadi yang tak berguna ) dengan semampunya Ardi menjawab “ Ia, Bu… Aku bangun”… Ibu menjawab seraya menegaskan.. “Sia teh geus disakolakeun luhur – luhur, tapi eta pagawean teu rubah – rubah lamun tos tidur sok teu inget waktu !!!”  Ardi liat jam di hadphon nya, dengan mata yang belum terbuka semua, seketika dia kaget dan berteriak “ASTAGFIRULLOH !!!” waktu di handphon menunjukan pukul 09 Kurang sedikit. Dengan jurus seribu bayangan yang dia dapat dari film – film persilatan Indonesia yang hanya muncul di Indonesia dan tidak ada duanya, Ardi bangun dari kasur buluknya dan begegas mengambil handuk lalu berlari menuju kamar mandi.. !@#$%^^$%^&^%$#tiiiiit... Tiiiiit. [SENSOR]

Teng…. Teng…. Teng… suara jam dinding tua ditengah rumah menambah cekam suasana kesiangan… dengan jurus seribu tangan Ardi pakai jubah perang, tak lupa golok cinta ( sisir ) Ia masukan dalam saku……. Tak sempat mencicipi nasi goreng spesial sang bunda ia langsung melesat membelah angin menuju tempat menyelesaikan strata 1 nya……

* * * *

Tiba diparkiran yang sudah padat oleh kendaraan roda dua yang tak beraturan… waktu sudah lebih dari 30 menit pada jam masuk, dihati sudah tak karuan, dalam hati Ardi menggumam. “Wah ini gawat kalau telat nya segini aku gak bakalan bisa masuk ni” …. Tiba – tiba dari belakang terdengan teriakan memanggil… Diiiiiii…Diiiiiiii… ternyata Tana ( Agak berumu yah sekitar 27an lah, tapi belum dapat pacar alias pujaan hati, sory mas broo gw promosikan dirimu.. hehehhe ) “Hey tunggu… Bareeeng dong…” Tana kembali meneriaku Ardi.  Meraka pun berjalan bergandengan seperti pengantin baru… “Bray (Panggilan Akrab) loe udah tugas Membaca lum ?’’ Tana bertanya dengan wajah yang penuh harapan semoga ardi belum dan dia ada temennya… “Wah udah… tugas itu udah gw kerjain waktu hari itu juga”.. ( Wajah Tana kecewa )… “Duh gimanayah saya belum kemarin mau saya kerjakan tapi karna waktunya masih lama yah saya tunda dulu, truz  gimana nih, tugasnya kan dikumpulkan hari ini…” ( Sedikit menyesal ) “ Ya kalau gitu loe telan sendirilah”       ( Ardi sedikit acuh dan takacuh ).

Sampai depan kelas ternyata anak – anak masih pada bercanda guaru membentuk kubu – kubu bak partai politik, ada yang sibuk menanyakan dosen hari ini masuk atau tidak, ada yang sibuk ngerumpi, ada yang sibuk menanyakan tugas yang harus dikumpulkan hari ini, ada juga yang fokus memadu kasih dibangku pojok, bahkan ada pula yang sibuk meneriaki anak – anak yang punya kasbon kreditan.

 “Gilaaa…. Kita udah telah 35 Menit… Tapi dosennya belum datang” ucap tana sambil menyalami anak – anak yang berada diruang perkuliahan dengan kesibukannya masing – masing.
“Hallo Mas bro… Baru datang loe… loe mau ikutan aksi gak…” Ayana bangkit berdiri dari tampat duduknya sambil menepuk bahu Ardi yang baru datang…. “Wah gak akh… percuma ngeluarin kalori tapi gak pernah didengar.”  Ardi menjawab dengan agak lemas seperti orang yang sudah pengalaman. “Jadi begini Ard.. kita tuh hanya mengingatkan mereka yang berkuasa agar tidak terlepas dari koridor – koridor yang membuat rakyat menderita” Ayana menjelaskan bak bapak pejabat yang makin hari makin eksisi dilayar kaca, mangalahkan Dewi Persik bahkan Syahrini. Ardi hanya tersenyum kecil. “Ya udah teruskanlah perjuangan mu sob”. Ardi menjawab dengan semangat.. dengan mengkat kepalan tangannya. Mendengar jawaban itu Ayana terdiam dan memaksakan dirinya buat tersenyum…. “Padahal hari ini anak – anak mau aksi ke fakultas, jadi hari ini kayanya kita gak bakalan bisa kuliah karna anak – anak mau swiping mahasiswa yang kuliah, buat ikut aksi”. Lanjut Ayana, “Lah kok gitu…” Ardi menjawab dengan sedikit kaget, mendengar kabar itu ternyata membuat Tana sedikit tersenyum (Maklum lah tugas belum rampung).. “Tapi kita tunggu aja dulu, nanti ada anak – anak kesini dan kita keluar aja ok”, Ayana Menambahkan.


Dosenpun memasuki kelas dan siap untuk memulai mata kuliah pertama, benar saja, tak lama kemudian terdengar suara orasi para aktivis mahasiswa memulai aksi… “Ayo Kawan !!!, Bergabung bersama kami..!!!, kita bukan sapi perah yang hanya diambil susunya saja !!! tanpa kejalasan status… apa kawan – kawan mau, jadi mahasiswa yang tidak jelas..!!!”. Sebagian dari mereka pun memasuki kelas – kelas dan memaksa mahasiswa lain yang sedang belajar untuk keluar dan ikut aksi bersama. Dengan keadaan seperti itu akhirnya Ardi dan kawan – kawan ikut keluar dan bergabung dengan teman yang lain berdiri didepan kantor fakultas, walaupun ia tidak begitu pahan apa yang dipersoalkan oleh mahasiswa lain yang sudah dari tadi berteriak – teriak.

“Ard sebebarnya kita lagi apa sih ?” Tana bertanya dengan wajah polosnya, “Yang jelas kita lagi aksi, Ayana bilang sih kita lagi nuntut apalah buat jurusan kita” Ardi menjawab dengan kening sedikit dikisutkan seperti berfikir keras.. “Udah Bang kalian pokoknya ikut aja… kalau yang lain teriak setuju… kalin teriak juga setuju”. Ayana menjelaskan posisi Ardi dan Tana yang dari tadi cuman berdiri dan melongok.. “Ok lah kalau gitu.. gw lakuin” Kata Tana.. “Bagaimana Teman – teman, Setuju ?!!!! sang pemimpin aksi bertanya. Seraya Ardi dan Tana mengepalkan tangan dan berteriak Setuju !!!!.

Tak terasa aksi berjalan sudah hampir 1 jam, tetapi belum ada tanda – tanda pihak fakultas untuk menanggapi…  “Ayo kawan – kawan jangan menyerah hanya kerena rasa panas, kibarkan semangat kita untuk perubahan bersama, sampai mereka mendengar dan melihat perjuangan kita !!”  Akhirnya teriakan mereka pun  membuahkan hasil. Dekan fakultas yang ditunggu – tunggu akhirnya keluar memberikan tanggapan soal tuntutan – tuntutan para mahasiswa. Dengan penjelasan yang baik dan cukup memuaskan akhirnya aksi berakhir dan para mahasiswa membubarkan diri dengan cukup tertib.

“Ard emang tadi nuntut apa sih ?” tanya Tana pada Ardi, ditengah perjalan menuju parkiran kampus. “Harusnya Abang tanya sama Ayana, Gw gak tau bang”. Jawab Ardi. “Berarti kita tadi panas – panas, teriak – teriak sampai serak, gak ada judulnya dong” sambung Tana. Ardi tersenyum sambil berkata “ya begitulah”.

Ardi dan Tana pun pulang beriringan dengan seribu tanya dalam benak mereka.
“Apa yang tadi diperjuangkan ?, Apakah menuntut perubahan agar lebih baik utuk semuanya ?, Apa hanya mengatasnamakan perubahan umum untuk kepentingan pribadi atau golongan ?, atau mungkin hanya soal solidaritas saja. Apapun itu mudah – mudahan tak merugikan…. Itulah pertanyaan yang ada dalam benak mereka sebagai sorang mahasiswa yang hanya sekedar ngampus.

Sabtu, 25 Juni 2011

SINOPSIS NOVEL "LAYAR TERKEMBANG"

Layar Terkembang merupakan karya STA (Sutan Takdir Alisjahbana) yg pertama kali diterbitkan oleh PN. Balai Pustaka tahun 1939.

LAYAR TERKEMBANG

Raden Wiraadmadja memiliki dua orang anak gadis yang sifatnya sangat berbeda, yaitu Tuti dan Maria. Anak pertamanya, Tuti, adalah seorang gadis yang pembawaannya selalu serius sehingga gadis itu cenderung pendiam. Namun, ia sangat berpendirian teguh dan aktif dalam berbagai organisasi wanita. Ia bahkan aktif dalam memberikan orasi-orasi tentang persamaan hak kaum wanita. Pada saat itu, semangat kaum wanita sedang bergelora sehingga mereka mulai menuntut persamaan hak dengan kaum pria.

Anak keduanya adalah Maria. Ia memiliki sifat yang lincah, sangat periang, dan bicaranya ceplas-ceplos. Itulah sebabnya, semua orang yang berada di dekatnya pasti akan menyenangi kehadirannya.

Pada suatu sore, kedua kakak beradik itu berjalan-jalan ke sebuah pasar ikan. Ketika mereka sedang melihat ikan-ikan dalam akuarium, mereka berkenalan dengan seorang pemuda tampan yang bernama Yusuf. Ia adalah seorang mahasiswa kedokteran. Ketika pulang, Yusuf mengantarkan kedua gadis itu sampai ke rumah mereka.
Sejak pertemuan pertama, Yusuf selalu membayangkan wajah Maria. Senyum dan tingkah Maria yang periang membuat pemuda itu merasa senang berada di sampingnya. Takdir kembali mempertemukan Yusuf dengan Maria dan kakaknya di depan hotel Des Indes. Dengan senang hati, Yusuf mengantar kedua kakak beradik itu berjalan - jalan. Setelah pertemuan tersebut, Yusuf jadi sering berkunjung ke rumah mereka. Beberapa waktu kemudian Yusuf dan Maria sepakat menjalin hubungan cinta kasih.

Sementara itu, Tuti yang melihat hubungan cinta kasih adiknya, sebenarnya berkeinginan pula untuk memiliki seorang kekasih. Apalagi setelah ia menerima surat cinta dari Supomo. Namun karena pemuda itu bukanlah idamannya, ia tolak. Sejak itu, hari-harinya disibukkan dengan kegiatan organisasi dan melakukan kegemarannya membaca buku sehingga sedikit melupakan angan-angannya tentang seorang kekasih.

Pada suatu hari keluarga Raden Wiraatmadja dikejutkan oleh hasil diagnosis dokter yang menyatakan bahwa Maria mengidap penyakit TBC. Semakin hari kesehatan gadis itu semakin melemah sekalipun ia telah menjalani perawatan intensif. Maria yang periang dan lincah seperti kehilangan semangat hidupnya. Hal ini membuat Yusuf merasa sedih.

Pemuda itu mendampingi kekasih hatinya dengan setia. Namun penyakit TBC yang diderita Maria semakin hari semakin parah sehingga tak lama kemudian Maria pun meninggal dunia. Sebelum ia menghembuskan napasnya yang terakhir, ia meminta Yusuf untuk menerima kakaknya sebagai penggantinya.

Setelah Maria meninggal dunia, Tuti dan Yusuf menjalin hubungan kasih. Mereka pun sepakat untuk menikah.

FUNGSI BAHASA


Fungsi bahasa yang telah dikembangkan oleh Dell Hymes, pada prinsipnya adalah sebagai beriktut :
  1. Untuk menyesuaikan diri dengan norma – norma sosial.
  2. Untuk menyampaikan pengalaman tentang keindahan, kebaikan, keluhuran budi, keagungan.
  3. Untuk mengatur kontak sosial.
  4. Untuk mengatur prilaku atau perasaan diri sendiri.
  5. Untuk mengungkapkan atau perasaan orang lain.
  6. Untuk mengungkapkan perasaan.
  7. Untuk menandai perihal hubungan sosial.
  8. Untuk menunjukan dunia diluar bahasa.
  9. Untuk mengajarkan barbagai kemampuan dan keterampilan
  10. Untk menanyakan sesuatu kepada orang lain.
  11. Untuk menguraikan tentang bahasa.
  12. Untuk menghindarkan diri dengan cara mengemukakan keberatan atau alasan.
  13. Untuk mengungkapkan suatu prilaku performatif, misalnya menggungkapkan sesuatu sambil sambil melakukannya.

Membaca Pemahaman






Setelah kita menemukan bahan atau hal yang menarik hati pada membaca sekilas, kita biasanya ingin mengetahui dan menelaah isinya secara lebih mendalam, serta ingin membacanya dengan teliti, menelaah isi suatu bacaan menuntut ketelitian, pemahaman, kekritisan berfikir serta keterampilan menangkap ide – ide yang tersirat didalam bacaan.

Membaca pemahaman termasuk membaca intensif telaah isi ( content study reading ). Membca pemahaman ( reading for understanding ,yang dimaksud disini adalah sejenis membaca yang bertujuan untuk memahami :
1.      Standar – standar atau norma – norma kesastraan ( literary standards )
2.      Resensi kritis ( critical review )
3.      Drama tulis ( printed drama )
4.      Pola – pola fiksi ( patterns of fiction )
Berikut ini akan diperbincangkan satu persatu secara berurutan.

1.                  STANDAR – STANDAR  KESASTRAAN

Dalam aliran kata – kata yang meluap dari pers – pers dunia setiap hari, ada sebagian yang ditakdirkan bertahan dan hidup terus, itu kata – kata yang ingi kita baca berulang – ulang untuk menelaah maknanya lebih mendalam dan menikmati keindahannya, itulah kata – kata yang  mendorong jiwa kita berfikir konstuktif dan menggerakan hati kita, apabila kita menjumpainya menggoda kita setelah berminggu – minggu dan berbulan – bulan kemudian, apabila kita dapati bahwa orang lain juga mengingatnya, kita beralih kembali kebagian – bagian tersebut untuk membacanya buat kedua, ketiga, keempat kalinya.

 Kalau beratus – ratus pembaca yang serius berbuat hal yang sama  selama kurun waktu yang cukup lama sercara berkesinambungan, jelas bahwa disini ada yang mengandung kenaran dan keindahan, sesuatu yang memenuhi kebutuhan umat manusia, sesuatu yang berkesinambungan mempengaruhi para pembaca, lama setelah para pengarangnya meninggal dunia, dalam hal serupa inilah kesusastraan itu tercipta.

Para penulis kratif ingin agar kita merasakan apa yang telah dirasakannya mengenai emosi kemanusiaan sejati, dia ingin agar kita memahami kekuatan fakta dan visi kebenaran seperti yang telah dilihat dan dirasakannya. Sebagai seniman kreatif, pengarang sangan sensitive terhadap kekuatan kata dan keindahan kata – kata, dia dapat membangkitkan imaji – imaji yang hidup yang membuat perbedaan antara tulisan atau karya yang hanya baik dan yang benar – benar mengagumkan. Tidak semua aspek seni sastra kreatif tersebut muncul dan kelihatan pada setiap penggalan karya sastra. Tipe - tipe tertentu, maksud dan tujaun tertentu menuntut pilihan kata – kata untuk mencapai efek – efek khusus.

Kesusastraan dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara, antara lain sebagai berikut :
a.       Puisi atau Prosa
b.      Fakta atau Fiksi
c.       Klasik atau Modern
d.      Subjektif atau objektif
e.       Eksposisi atau normative.
Dalam klasifikasi – klasifikasi tersebut, sang pengarang mempunyai jajaran atau tingkatan yang luas bagi seninya.

Tipe ini tidaklah menjadi masalah besar apabila kita mencari sesuatu yang benar – benar baik untuk dibaca. Kalau kita sadar akan maksud yang jelas dan organisasi yang baik, pahan akan keselarasan, kecocokan yang luar biasadari kata yang tepat dan kalimat yang bersemangat, dan yang terpenting mengenai kecerdikan verbal (lisan) dan intergritas (keutuhan) ekspresi, kita akan cukup yakin bahwa kita telah memenuhi sepenggal karya tulis yang baik, yang besar kemungkinan menjadi karya sastra yang baik.

Apabila kita membaca artikel atau cerita didalam sebuah buku bacaan, secara tidak sadar kita akan membuat pertimbangan – pertimbangan mengenai kemanfaatan utama pilihan – pilihan tersebut. Apakah itu sastra, dalam proses penentuan ini, masyarakat umum dibantu oleh seniman – seniman khusus yang disebut kritikus – kritikus sastra dan drama. Publik mengambil manfaat – manfaat dari observasi – observasi yang telah dilakukan oleh para kritikus dan mempergunakan waktunya secara lebih ekonomis dengan jalan membaca dan mendengarkan pendapat mereka.

Memang ada kemungkinan bahwa seorang kritikus dapat menyanjung dan menghancurkan suatu buku, tapi kalau pendapat resensi yang baik, manfaat hakikatnya pun akan melonjak tinggi pula. Konsumen yang sibukpun tahu benar siapa kritikus yang baik, dimana komentar – komentar merka muncul, dan apa pendapat mereka mengenai karya – karya seniman kreatif terkenal pada masa akhir – akhir ini, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Pertumbuhan muncul dari pengukuran pendapat kita sendiri terhadap para penulis dan karyanya melawan pendapat para ahli tersebut. (sulisbury,1955 : 389 – 390).

2.                  RESENSI KRITIS

Ditinjau dari segi batas kemampuan kita sebagai manusia, tidaklah mungkin membaca semua buku dan artikel yang terbit setiap hari. Agar tetap mendapat informasi, seseorang dapat membaca resensi – resensi kritis mengenai fiksi dan non fiksi, tulisan – tulisan singkat seperti itu, yang biasanya dapat dibaca dalam beberapa menit, mempunyai paling sedikit empat kegunaan, yaitu :

1.      Mengetengahkan komentar – komentar mengenai kesegaran ekposisi atau cerita, memberikan pertimbangan serta penilain betapa baiknya tugas tersebut dilaksanakan, dipandang dari segimaksud dan tujuan pegarang.
2.      Mengutarakan komentar – komentar mengenai gaya, bentuk, sarta nilai atau manfaat kesastraan umum bagian tersebut.
3.      Memberikan suatu rangkuman pandagan, pendirian atau point of view (isi eksposisi atau suatu synopsis pola umum cerita yang secara seksama tidak dapat membeberkan hasil – hasilnya).
4.      Mengemukakan fakta – fakta untuk menunjang pertimbangan dan penilaiannya serta analisis isi dengan jalan mengutip atau menunjuk secara langsung pada karakter – karakter, situasi – situasi, dan bahkan halaman – halaman tertentu dalam buku atau artikel itu.

Orang yang membuat resensi biasanya terpilih karena dia adalah orang yang berwenang, berwibawa dalam bidang keterampilan berpikir, yaitu keterampilan literer yang bersangkutan, dan diharapkan mampu membuat resensi yang baik serta adil, tetapi harus selalu diingat bahwa pendapatnya didasarkan pada pengalamannya sendiri dengan kehidupan dan dengan buku – buku lain.

Resensi – resensi akan memperkenalkan kepada kita karya pengarang baru dan selalu mengajak kita mengikuti perkembangan dari yang lebih lama menuju yang baru, membaca resensi – resensi kritis akan turut membantu kita untuk mempelajari secara cepat standar – standar karya sastra yang bermutu tinggi. Akan tetapi harus diingat benar bahwa resensi – resensi tersebuthanyalah member kita pengetahuan mengenai sebuah buku atau artikel, resensi -  resensi tidak tidak pernah merupakan pengganti unuk buku atau artikel tertentu, hanya dengan membaca aslinya kita dapat merasakan kenikmatannya yang sesungguhnya dari suatu karya tulis yang baik.

Sangat terpuji bila guru mempunyai pengetahuan yang cukup tentang buku – buku yang menarik hati para siswa yang memiliki aneka minat dan kemampuan, salah satu cara untuk itu ialah guru haruslah secara teratur mengecek / memeriksa buku – buku yang diresensi pada sumber – sumber, seperti majalah. Sekali dilengkapi dengan ide – ide mengenai bahan – bahan bacaan dapat berinteraksi secara menyenangkan dengan minat dan kemampuan para remaja, guru dengan mudah akan dapat mendorong mereka membacanya. ( Kepple,1973 : 57 ).

3.                  DRAMA TULIS

Sepanjang ada kaitannya dengan masalah apresiasi, ada dua cara untuk menikmati sandiwara atau drama.
þ       Pada tingkatan aksiprimitif, dalam hal ini hati penonoton atau permirsa bergetar karena ketegangan, kekejaman, sehingga menimbulkan keinginan besar untuk melihat betapa caranya hali itu dikeluarkan, dipernkan. Pada tingkat ini media visual seperti komik – strip, gambar hidup, film televise, memang lebih mudah daripada membaca, karena sedikit imajinasi yang dibutuhkan.

þ       Tingkatan individu yang bersifat interpretatif, dalam hal ini pembaca dapat menarik kesimpulan – kesimpulan, menvisualisasikan tokoh – tokoh, memproyeksikan akibat – akibat, serta mengadakan interprestasi – interprestasi ketika dia membaca, membawa kesempurnaan pengalamannya pada bacaan itu.
Dia mempunyai kesempatan untuk mencari petunjuk – petunjuk bagi tokoh, karekter, motif, intensif. Dengan telinga rohaniah dia dapat mendengar para tokoh berbicara, tatkala dia membaca baris – baris, menciptakan dalam hatinya suatu ide bagaimana wajah – wajah akan melihat,suara – suara berbunyi, dan para tokoh bergerak pada saat ketakutan, kebahagiaan, ketegangan, dengan bantun imajinasi, pembaca dapat menambah serta membangun suatu produksi yang jauh lebih meningkat daripada penampilan yang aktul daripada aktor diatas panggung.

Demikianlah telah diutarakan pembicaraan mengenai drama tulis dengan maksud agar para pembaca dapat mengembangkan suatu sikap kritis yang logis terhadap darama, yang antara lain mengerti makna :

a)                  Prinsip – Prinsip Kritik Drama
Pada abad ke – 18, seorang dramawan jerman yang bernama Goethe memformulasikan tiga prinsip kritik drama, yang sangat terkenal yang dinyatakan dalam bentuk pertanyaan, yang dinamakan “Prinsip Goethe” adalah sebagai berikut :
1.      Apakah yang hendak dilakukan oleh seniman ?
2.      Betapa baikkah dia melakukan hal itu ?
3.      Bermanfaatkah hal itu dilakukan ?
Apabila kita berusahan menjawab pertanyaan pertama, kita akan perlu sampai pada jawaban –jawaban faktual terhadap pertanyaan – pertanyaan yang lain yang timbul dari petanyaan Goethe, seperti :
1.      Apa lakon ini sutau komedi, suatu tragendi, suatu farce atau suatu melodrama ?
2.      Apakah lakon ini dimaksudkan sebagai produksi seni atau sebagai suatu usahan komersial ?

Kalau kita menjawab pertanyaan Goethe yang kedua, kita akan mempertimbangkan betapa baiknya sang seniman telah memanfaatkan unsure – unsure drama serta memandunya menjadi suatu keseluruhan artistik yang efektif.

Sedangkan apabila kita menjawab pertayaan yang ketiga, kita akan menggunakan pendapat kita.

b)                 Unsur – unsur Drama
1.      Plot ( Alur sebua drama )
2.      Karakteristik ( Penokohan )
· Tokoh Gagal, Tokoh Badut atau the foil
· Tokoh Idaman atau The Type Character
· Tokoh Statis atau The static character
· Tokoh yang berkembang.
3.      Dialog ( Percakapan ), harus memenuhi dua tuntutan :
· Dialog haruslah turut memajukan atau menunjang aksi
· Dialog yang diucapkan diatas pentas haruslah ditambahi serta dilebihkan.
4.      Aneka sarana kesastraan ( Penunjang kesuksesan suatu drama ), beberapa diantaranya :
·  Gaya bahasa ulangan ( Repetisi )
·  Gaya bahasa dan Suasana yang serasi
·  Simbolisme atau perlambangan
·  Empati serta jarak estetik, ( Pemahaman penonton terhadap tokoh ).
Dalam suatu lakon yang baik, terdapat sejenis ekualitas atau persamaan antara tema dan plot, suatu lakon akan gagal kalau memiliki suatu tema yang sangat baik, tetapi ditunjang oleh suatu polt yang amat lemah, begitu pula sebaliknya (Albert (et al), 1961c : 54 – 54 ).

c)                  Jenis – jenis Drama
Kita perlu mengetahui lebih mendetail lagi karakteritik – karakteristik berbagai jenis lakon  kalau kita ingin bertindak adil dalam menilai karya dramawan, keempat jenis lakon yang dimaksud :
1.      Tragedi
Dalam tragedi bersar, terdapat keadaan yang sangat menyedihkan terhadap seseorang insane yang mulia, kaum kebangsawanan yang mempertahankan dirinya menentang rintangan – rintangan yang tidak seimbang dengan kekuatannya.

2.      Komedi
Komedi mempunyai ciri – ciri sebagai berikut :
-          Lakon ini mungkin mengenal suatu subjek yang serius ataupun yang ringan, tetapi senantiasa memperlakukan subjeknya pada taraf dan nada yang ringan.
-          Apa – apa yang terjadi muncul dari tokoh dan bukan dari situasi
-          Gelak tawa yang ditimbulkan oleh lakon ini adalah sejenis gelak tawa yang “bijaksana”

3.      Melodrama
Sebuah melodrama mempunyai ciri – ciri sebagai berikut :
-          Mengetengahkan serta menampilkan suatu subjek yang serius, tetapi para tokonya tidak seotentik atau sama ontentiknya dengan para tokoh yang terdapat dialam tragedi.
-          Unsur kesempatan atau kejadian yang kebetulan ada masuk kedalamnya.
-          Emosi atau rasa kasihan memang ditimbulkan, tetapi cendrung kea rah sentimentalitas.
-          Seorang pahlawan senantiasa memenangkan perjuangan.

4.      Farce
Suatu Farce mempunyai ciri – ciri berikut ini :
-          Peristiwa dan tokoh yang terdapat pada lakon ini memang mungkin ada, tetapi tidak begitu besar kemungkinannya.
-          Menimbulkan kelucuan yang tidak karuan.
-          Bersifat efisodik, memerlukan kepercayaan hanya pada saat itu saja.

4.                  POLA – POLA FISKSI

Agar kita memahami pola – pola fiksi dengan sebaik – baiknya, kita harus terlebih dahulu memahami pengertian fiksi, perbedaannya dengan nonfiksi, unsur – unsur dan jenis – jenisnya.

a.                  Pengertian Fiksi
Fiksi merupakan penyajian atau presentasi cara seseorang pengarang memandang hidup ini. Penulis mempunyai ide – ide mengenai kehidupan, sekalipun dia mungkin saja tidak pernah bersusah – susah menyatakan ide – ide tersebut pada dirinya sendiri dalam istilah – istilah umum.

b.      Fiksi dan Nonfiksi
Perbedaan utama antara fiksi dan nonfiksi terlatak pada tujuan. Maksud dan tujuan dari cerita atau narasi yang non-fiksi, sepeti sejarah, biografi dan cerita perjalanan adalah untuk menciptakan kembali apa – apa yang telah terjadi secara aktual, sedangkan narasi fiksi tidaklah memusatkan perhatiannya pada apa – apa yang telah terjadi secara aktual, tetapi justru memusatkan perhatian sepenuhnya pada realitas.

c.       Unsur – Unsur Fiksi
Prinsip – prinsip serta masalah – masalah teknis dalam penulisan fiksi :

a.       Permulaan dan Eksposisi
b.      Pemerian dan Latar
c.       Susana
d.      Pilihan dan Saran
e.       Saat Penting
f.       Puncak, Klimaks
g.      Pertentangan, konflik
h.      Rintangan, konflikasi
i.        Pola atau model
                  j.        Kesudahan, kesimpulan
                  k.      Tokoh dan aksi
                  l.        Pusat minat
                  m.    Pusat tokoh
                  n.      Pusat narasi
                  o.      Jarak
                   p.      Skala
                  q.      Langkah (Brooks and Warren, 1959 : 644 – 8 ).

Khusus bagi suatu cerita pendek yang lengkap, maka unsur – unsur dibawah ini harus dimiliki :
a.       Tema
b.      Plot, Perangkap atau konflik dramatik
c.       Pelukisan watak
d.      Ketegangan dan pembayangan
e.       Kesegaran dan suasana
f.       Point of view
g.      Fokus terbatas dan kesatuan (Lubis, 1960 : 14)
Fiksi dapat dipandang daru dua segi, pertama dari segi hakikat, dan kedua dari segi pembuatannya. Dari segi keapaan / hakikat perlu diperhatikan unsur – unsur berikut :

-          Suspense ( Ketegangan )
-          Plot ( Alur, isi cerita )
-          Unity ( Kesatuan )
-          Logic ( Logika )
-          Interprestation ( Penafsiran )
-          Belief ( Kepercayaan )
-          The total experience which fiction gives ( keseluruhan pengalaman yang diberikan oleh fiksi )
-          Setting ( latar )
-          Atmosphere ( Suasana ).
Sedangkan dari segi pembuatan fiksi, perlu diperhatikan hal – hal berikut :
-          Selectivity ( Kemampuan Memilih, menyaring )
-          Focus ( Pusat, Fokus )
-          Pont of viev ( sudut pandang )
-          Style ( gaya )
-          Exposition ( Eksposisi, awal, penjelasan )
-          Movement ( gerakan )
-          Conflict ( Konflik, pertentangan ). (Brooks, Purser and Warren,1952 :9–28 ).

d.      Jenis – Jenis Fiksi
Ada beberapa cara untuk mengklasifikasikan fiksi, misalnya :
a.       Berdasarkan Bentuk

-          Novel
-          Novelette
-          Short Story
-          Short Story Story
-          Vignette
b.      Berdasarkan Isi
-          Impresionisme
-          Romantik
-          Realism
-          Sosialis – realisme
-          Realisme sebenarnya
-          Naturalism
-          Ekspresionisme
-          sombolisme
c.       Berdasaskan Kritik Sastra