Setelah kita menemukan bahan atau hal yang menarik hati pada membaca sekilas, kita biasanya ingin mengetahui dan menelaah isinya secara lebih mendalam, serta ingin membacanya dengan teliti, menelaah isi suatu bacaan menuntut ketelitian, pemahaman, kekritisan berfikir serta keterampilan menangkap ide – ide yang tersirat didalam bacaan.
Membaca pemahaman termasuk membaca intensif telaah isi ( content study reading ). Membca pemahaman ( reading for understanding ,yang dimaksud disini adalah sejenis membaca yang bertujuan untuk memahami :
1. Standar – standar atau norma – norma kesastraan ( literary standards )
2. Resensi kritis ( critical review )
3. Drama tulis ( printed drama )
4. Pola – pola fiksi ( patterns of fiction )
Berikut ini akan diperbincangkan satu persatu secara berurutan.
1. STANDAR – STANDAR KESASTRAAN
Dalam aliran kata – kata yang meluap dari pers – pers dunia setiap hari, ada sebagian yang ditakdirkan bertahan dan hidup terus, itu kata – kata yang ingi kita baca berulang – ulang untuk menelaah maknanya lebih mendalam dan menikmati keindahannya, itulah kata – kata yang mendorong jiwa kita berfikir konstuktif dan menggerakan hati kita, apabila kita menjumpainya menggoda kita setelah berminggu – minggu dan berbulan – bulan kemudian, apabila kita dapati bahwa orang lain juga mengingatnya, kita beralih kembali kebagian – bagian tersebut untuk membacanya buat kedua, ketiga, keempat kalinya.
Kalau beratus – ratus pembaca yang serius berbuat hal yang sama selama kurun waktu yang cukup lama sercara berkesinambungan, jelas bahwa disini ada yang mengandung kenaran dan keindahan, sesuatu yang memenuhi kebutuhan umat manusia, sesuatu yang berkesinambungan mempengaruhi para pembaca, lama setelah para pengarangnya meninggal dunia, dalam hal serupa inilah kesusastraan itu tercipta.
Para penulis kratif ingin agar kita merasakan apa yang telah dirasakannya mengenai emosi kemanusiaan sejati, dia ingin agar kita memahami kekuatan fakta dan visi kebenaran seperti yang telah dilihat dan dirasakannya. Sebagai seniman kreatif, pengarang sangan sensitive terhadap kekuatan kata dan keindahan kata – kata, dia dapat membangkitkan imaji – imaji yang hidup yang membuat perbedaan antara tulisan atau karya yang hanya baik dan yang benar – benar mengagumkan. Tidak semua aspek seni sastra kreatif tersebut muncul dan kelihatan pada setiap penggalan karya sastra. Tipe - tipe tertentu, maksud dan tujaun tertentu menuntut pilihan kata – kata untuk mencapai efek – efek khusus.
Kesusastraan dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara, antara lain sebagai berikut :
a. Puisi atau Prosa
b. Fakta atau Fiksi
c. Klasik atau Modern
d. Subjektif atau objektif
e. Eksposisi atau normative.
Dalam klasifikasi – klasifikasi tersebut, sang pengarang mempunyai jajaran atau tingkatan yang luas bagi seninya.
Tipe ini tidaklah menjadi masalah besar apabila kita mencari sesuatu yang benar – benar baik untuk dibaca. Kalau kita sadar akan maksud yang jelas dan organisasi yang baik, pahan akan keselarasan, kecocokan yang luar biasadari kata yang tepat dan kalimat yang bersemangat, dan yang terpenting mengenai kecerdikan verbal (lisan) dan intergritas (keutuhan) ekspresi, kita akan cukup yakin bahwa kita telah memenuhi sepenggal karya tulis yang baik, yang besar kemungkinan menjadi karya sastra yang baik.
Apabila kita membaca artikel atau cerita didalam sebuah buku bacaan, secara tidak sadar kita akan membuat pertimbangan – pertimbangan mengenai kemanfaatan utama pilihan – pilihan tersebut. Apakah itu sastra, dalam proses penentuan ini, masyarakat umum dibantu oleh seniman – seniman khusus yang disebut kritikus – kritikus sastra dan drama. Publik mengambil manfaat – manfaat dari observasi – observasi yang telah dilakukan oleh para kritikus dan mempergunakan waktunya secara lebih ekonomis dengan jalan membaca dan mendengarkan pendapat mereka.
Memang ada kemungkinan bahwa seorang kritikus dapat menyanjung dan menghancurkan suatu buku, tapi kalau pendapat resensi yang baik, manfaat hakikatnya pun akan melonjak tinggi pula. Konsumen yang sibukpun tahu benar siapa kritikus yang baik, dimana komentar – komentar merka muncul, dan apa pendapat mereka mengenai karya – karya seniman kreatif terkenal pada masa akhir – akhir ini, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Pertumbuhan muncul dari pengukuran pendapat kita sendiri terhadap para penulis dan karyanya melawan pendapat para ahli tersebut. (sulisbury,1955 : 389 – 390).
2. RESENSI KRITIS
Ditinjau dari segi batas kemampuan kita sebagai manusia, tidaklah mungkin membaca semua buku dan artikel yang terbit setiap hari. Agar tetap mendapat informasi, seseorang dapat membaca resensi – resensi kritis mengenai fiksi dan non fiksi, tulisan – tulisan singkat seperti itu, yang biasanya dapat dibaca dalam beberapa menit, mempunyai paling sedikit empat kegunaan, yaitu :
1. Mengetengahkan komentar – komentar mengenai kesegaran ekposisi atau cerita, memberikan pertimbangan serta penilain betapa baiknya tugas tersebut dilaksanakan, dipandang dari segimaksud dan tujuan pegarang.
2. Mengutarakan komentar – komentar mengenai gaya, bentuk, sarta nilai atau manfaat kesastraan umum bagian tersebut.
3. Memberikan suatu rangkuman pandagan, pendirian atau point of view (isi eksposisi atau suatu synopsis pola umum cerita yang secara seksama tidak dapat membeberkan hasil – hasilnya).
4. Mengemukakan fakta – fakta untuk menunjang pertimbangan dan penilaiannya serta analisis isi dengan jalan mengutip atau menunjuk secara langsung pada karakter – karakter, situasi – situasi, dan bahkan halaman – halaman tertentu dalam buku atau artikel itu.
Orang yang membuat resensi biasanya terpilih karena dia adalah orang yang berwenang, berwibawa dalam bidang keterampilan berpikir, yaitu keterampilan literer yang bersangkutan, dan diharapkan mampu membuat resensi yang baik serta adil, tetapi harus selalu diingat bahwa pendapatnya didasarkan pada pengalamannya sendiri dengan kehidupan dan dengan buku – buku lain.
Resensi – resensi akan memperkenalkan kepada kita karya pengarang baru dan selalu mengajak kita mengikuti perkembangan dari yang lebih lama menuju yang baru, membaca resensi – resensi kritis akan turut membantu kita untuk mempelajari secara cepat standar – standar karya sastra yang bermutu tinggi. Akan tetapi harus diingat benar bahwa resensi – resensi tersebuthanyalah member kita pengetahuan mengenai sebuah buku atau artikel, resensi - resensi tidak tidak pernah merupakan pengganti unuk buku atau artikel tertentu, hanya dengan membaca aslinya kita dapat merasakan kenikmatannya yang sesungguhnya dari suatu karya tulis yang baik.
Sangat terpuji bila guru mempunyai pengetahuan yang cukup tentang buku – buku yang menarik hati para siswa yang memiliki aneka minat dan kemampuan, salah satu cara untuk itu ialah guru haruslah secara teratur mengecek / memeriksa buku – buku yang diresensi pada sumber – sumber, seperti majalah. Sekali dilengkapi dengan ide – ide mengenai bahan – bahan bacaan dapat berinteraksi secara menyenangkan dengan minat dan kemampuan para remaja, guru dengan mudah akan dapat mendorong mereka membacanya. ( Kepple,1973 : 57 ).
3. DRAMA TULIS
Sepanjang ada kaitannya dengan masalah apresiasi, ada dua cara untuk menikmati sandiwara atau drama.
þ Pada tingkatan aksiprimitif, dalam hal ini hati penonoton atau permirsa bergetar karena ketegangan, kekejaman, sehingga menimbulkan keinginan besar untuk melihat betapa caranya hali itu dikeluarkan, dipernkan. Pada tingkat ini media visual seperti komik – strip, gambar hidup, film televise, memang lebih mudah daripada membaca, karena sedikit imajinasi yang dibutuhkan.
þ Tingkatan individu yang bersifat interpretatif, dalam hal ini pembaca dapat menarik kesimpulan – kesimpulan, menvisualisasikan tokoh – tokoh, memproyeksikan akibat – akibat, serta mengadakan interprestasi – interprestasi ketika dia membaca, membawa kesempurnaan pengalamannya pada bacaan itu.
Dia mempunyai kesempatan untuk mencari petunjuk – petunjuk bagi tokoh, karekter, motif, intensif. Dengan telinga rohaniah dia dapat mendengar para tokoh berbicara, tatkala dia membaca baris – baris, menciptakan dalam hatinya suatu ide bagaimana wajah – wajah akan melihat,suara – suara berbunyi, dan para tokoh bergerak pada saat ketakutan, kebahagiaan, ketegangan, dengan bantun imajinasi, pembaca dapat menambah serta membangun suatu produksi yang jauh lebih meningkat daripada penampilan yang aktul daripada aktor diatas panggung.
Demikianlah telah diutarakan pembicaraan mengenai drama tulis dengan maksud agar para pembaca dapat mengembangkan suatu sikap kritis yang logis terhadap darama, yang antara lain mengerti makna :
a) Prinsip – Prinsip Kritik Drama
Pada abad ke – 18, seorang dramawan jerman yang bernama Goethe memformulasikan tiga prinsip kritik drama, yang sangat terkenal yang dinyatakan dalam bentuk pertanyaan, yang dinamakan “Prinsip Goethe” adalah sebagai berikut :
1. Apakah yang hendak dilakukan oleh seniman ?
2. Betapa baikkah dia melakukan hal itu ?
3. Bermanfaatkah hal itu dilakukan ?
Apabila kita berusahan menjawab pertanyaan pertama, kita akan perlu sampai pada jawaban –jawaban faktual terhadap pertanyaan – pertanyaan yang lain yang timbul dari petanyaan Goethe, seperti :
1. Apa lakon ini sutau komedi, suatu tragendi, suatu farce atau suatu melodrama ?
2. Apakah lakon ini dimaksudkan sebagai produksi seni atau sebagai suatu usahan komersial ?
Kalau kita menjawab pertanyaan Goethe yang kedua, kita akan mempertimbangkan betapa baiknya sang seniman telah memanfaatkan unsure – unsure drama serta memandunya menjadi suatu keseluruhan artistik yang efektif.
Sedangkan apabila kita menjawab pertayaan yang ketiga, kita akan menggunakan pendapat kita.
b) Unsur – unsur Drama
1. Plot ( Alur sebua drama )
2. Karakteristik ( Penokohan )
· Tokoh Gagal, Tokoh Badut atau the foil
· Tokoh Idaman atau The Type Character
· Tokoh Statis atau The static character
· Tokoh yang berkembang.
3. Dialog ( Percakapan ), harus memenuhi dua tuntutan :
· Dialog haruslah turut memajukan atau menunjang aksi
· Dialog yang diucapkan diatas pentas haruslah ditambahi serta dilebihkan.
4. Aneka sarana kesastraan ( Penunjang kesuksesan suatu drama ), beberapa diantaranya :
· Gaya bahasa ulangan ( Repetisi )
· Gaya bahasa dan Suasana yang serasi
· Simbolisme atau perlambangan
· Empati serta jarak estetik, ( Pemahaman penonton terhadap tokoh ).
Dalam suatu lakon yang baik, terdapat sejenis ekualitas atau persamaan antara tema dan plot, suatu lakon akan gagal kalau memiliki suatu tema yang sangat baik, tetapi ditunjang oleh suatu polt yang amat lemah, begitu pula sebaliknya (Albert (et al), 1961c : 54 – 54 ).
c) Jenis – jenis Drama
Kita perlu mengetahui lebih mendetail lagi karakteritik – karakteristik berbagai jenis lakon kalau kita ingin bertindak adil dalam menilai karya dramawan, keempat jenis lakon yang dimaksud :
1. Tragedi
Dalam tragedi bersar, terdapat keadaan yang sangat menyedihkan terhadap seseorang insane yang mulia, kaum kebangsawanan yang mempertahankan dirinya menentang rintangan – rintangan yang tidak seimbang dengan kekuatannya.
2. Komedi
Komedi mempunyai ciri – ciri sebagai berikut :
- Lakon ini mungkin mengenal suatu subjek yang serius ataupun yang ringan, tetapi senantiasa memperlakukan subjeknya pada taraf dan nada yang ringan.
- Apa – apa yang terjadi muncul dari tokoh dan bukan dari situasi
- Gelak tawa yang ditimbulkan oleh lakon ini adalah sejenis gelak tawa yang “bijaksana”
3. Melodrama
Sebuah melodrama mempunyai ciri – ciri sebagai berikut :
- Mengetengahkan serta menampilkan suatu subjek yang serius, tetapi para tokonya tidak seotentik atau sama ontentiknya dengan para tokoh yang terdapat dialam tragedi.
- Unsur kesempatan atau kejadian yang kebetulan ada masuk kedalamnya.
- Emosi atau rasa kasihan memang ditimbulkan, tetapi cendrung kea rah sentimentalitas.
- Seorang pahlawan senantiasa memenangkan perjuangan.
4. Farce
Suatu Farce mempunyai ciri – ciri berikut ini :
- Peristiwa dan tokoh yang terdapat pada lakon ini memang mungkin ada, tetapi tidak begitu besar kemungkinannya.
- Menimbulkan kelucuan yang tidak karuan.
- Bersifat efisodik, memerlukan kepercayaan hanya pada saat itu saja.
4. POLA – POLA FISKSI
Agar kita memahami pola – pola fiksi dengan sebaik – baiknya, kita harus terlebih dahulu memahami pengertian fiksi, perbedaannya dengan nonfiksi, unsur – unsur dan jenis – jenisnya.
a. Pengertian Fiksi
Fiksi merupakan penyajian atau presentasi cara seseorang pengarang memandang hidup ini. Penulis mempunyai ide – ide mengenai kehidupan, sekalipun dia mungkin saja tidak pernah bersusah – susah menyatakan ide – ide tersebut pada dirinya sendiri dalam istilah – istilah umum.
b. Fiksi dan Nonfiksi
Perbedaan utama antara fiksi dan nonfiksi terlatak pada tujuan. Maksud dan tujuan dari cerita atau narasi yang non-fiksi, sepeti sejarah, biografi dan cerita perjalanan adalah untuk menciptakan kembali apa – apa yang telah terjadi secara aktual, sedangkan narasi fiksi tidaklah memusatkan perhatiannya pada apa – apa yang telah terjadi secara aktual, tetapi justru memusatkan perhatian sepenuhnya pada realitas.
c. Unsur – Unsur Fiksi
Prinsip – prinsip serta masalah – masalah teknis dalam penulisan fiksi :
a. Permulaan dan Eksposisi
b. Pemerian dan Latar
c. Susana
d. Pilihan dan Saran
e. Saat Penting
f. Puncak, Klimaks
g. Pertentangan, konflik
h. Rintangan, konflikasi
i. Pola atau model
j. Kesudahan, kesimpulan
k. Tokoh dan aksi
l. Pusat minat
m. Pusat tokoh
n. Pusat narasi
o. Jarak
p. Skala
q. Langkah (Brooks and Warren, 1959 : 644 – 8 ).
Khusus bagi suatu cerita pendek yang lengkap, maka unsur – unsur dibawah ini harus dimiliki :
a. Tema
b. Plot, Perangkap atau konflik dramatik
c. Pelukisan watak
d. Ketegangan dan pembayangan
e. Kesegaran dan suasana
f. Point of view
g. Fokus terbatas dan kesatuan (Lubis, 1960 : 14)
Fiksi dapat dipandang daru dua segi, pertama dari segi hakikat, dan kedua dari segi pembuatannya. Dari segi keapaan / hakikat perlu diperhatikan unsur – unsur berikut :
- Suspense ( Ketegangan )
- Plot ( Alur, isi cerita )
- Unity ( Kesatuan )
- Logic ( Logika )
- Interprestation ( Penafsiran )
- Belief ( Kepercayaan )
- The total experience which fiction gives ( keseluruhan pengalaman yang diberikan oleh fiksi )
- Setting ( latar )
- Atmosphere ( Suasana ).
Sedangkan dari segi pembuatan fiksi, perlu diperhatikan hal – hal berikut :
- Selectivity ( Kemampuan Memilih, menyaring )
- Focus ( Pusat, Fokus )
- Pont of viev ( sudut pandang )
- Style ( gaya )
- Exposition ( Eksposisi, awal, penjelasan )
- Movement ( gerakan )
- Conflict ( Konflik, pertentangan ). (Brooks, Purser and Warren,1952 :9–28 ).
d. Jenis – Jenis Fiksi
Ada beberapa cara untuk mengklasifikasikan fiksi, misalnya :
a. Berdasarkan Bentuk
- Novel
- Novelette
- Short Story
- Short Story Story
- Vignette
- Impresionisme
- Romantik
- Realism
- Sosialis – realisme
- Realisme sebenarnya
- Naturalism
- Ekspresionisme
- sombolisme
c. Berdasaskan Kritik Sastra